Selasa, 20 Maret 2012

Penggalan Diaryku- Part 2




Penggalan Diaryku- Part 2
Aku diidentifikasi phlegma sangu beberapa tahun yang lalu, begitu kata buku psikologi yang kubaca. Tapi aku merasa akhir-akhir ini lebih sering untuk bermelo-melo, tidak akan bisa tidur sebelum kamar rapih, yaa setidaknya rapih dimana membuatku tidak pusing dengan buku-buku yang bertebaran di kamarku. Melo memang menguntungkan, aku yang terbiasa lupa nama orang, arah jalan, dan angka-angka akhir-akhir ini membuatku membuat beberapa catatan kecil dan agenda harian agar lebih terkontrol, dimaksudkan tidak ada yang lupa satu pun yang sudah aku rencanakan.
Begitu juga akhir-akhir ini aktivitasku, sering pulang malam karena ngejar setoran , hehe

Sore itu, seharian aktivitasku di laborat sedikit membuat lelah putar otak sana-sini, sore hari aku lanjutkan mengajar sampai malam.

Suatu ketika 18 tahun yang lalu ketika usiaku 6 tahun,.

Hobby ku jalan kaki dan naik sepeda, sore itu... aku naik sepeda di jalan raya, Ayahku naik sepeda mengikutiku dari belakang. Kami sering melakukan ini, tapi hanya sebatas di jalan kampung.
Tapi sore ini lain, kawan,.. ayah mengajakku naik sepeda di jalan raya . entah Ayah sudah percaya kemampuanku naik sepeda, mungkin..


“YES! Maturnuwun Pak” kurang lebih seperti ini aku mengungkapkannya, ayahku lumayan keras, tapi sebenarnya lembut. Yang pada waktu dulu, aku berfikir dia marah, tapi aku sadari akhir-akhir ini, dia mengkhawatirkanku,

GUBRAAAAAKKKKKK!!!!
SSSSSSSreeeeeeeTTTTT!!!” bunyi truk tepat di belakangku ngerem mendadak

Aku terjatuh dari sepeda, kakiku memar, aku sangat takut. Sakit tidak kurasa, yang aku takutkan Ayah marah dan tidak mengizinkanku lagi naik sepeda kemana2. Jalan raya yang kami lewati merupakan jalan utama penghubung Gombong-Kebumen, menjadi jalan utama Jakarta-Jogja, poko’e termasuk jalan raya.

Sejak saat itu,,, Ayah tak lagi percaya kepadaku untuk membawa motor/sepeda di jalan raya, mungkin maksud ayah khawatir padaku, sampai saat ini pun, kepercayaan ini tak kunjung aku dapatkan lagi....
Hal ini membuatku mencari ojek pribadi yang antar-jemput ngajar sampai malam.
Namanya Pak Dede, . aku dapat referensi dari Bu Murah, ibu langganan kami makan di gerlong tengah. Ibu nya baik sekali, asli Jogja, makanan nya cocok dengan seleraku, apalagi ada sambal mentah yang diracik ngedadak, jamur crispi daan sayur kangkung yang segar.

“Kamu kenapa, kok bengong, nduk?” tanya Bu Murah sore itu, ketika aku habis makan sore pulang dari laborat
“Heee, enggak kok Bu, Cuma lagi bingung.” Jawabku menerawang dan mikir-mikir apa yang kubingungkan
“Kenapa bingung? Sapa tau ibu bisa bantu”
“Bu, aku ikut bantuin motong2 wortelnya yaa, aku biasa masak kok,, tenangg” sambil kupegang wortel yang sedang diracik Bu Murah untuk dimasak esok harinya
“Nda usah, nanti tanganmu kotor” logatnya kental sekali,
“Aahh, ibu,,, sini sini....”
“Yaudah, motong2 kacang panjang aja yaa, kenapa apa yang kamu pikirin?”
“Gini bu,, aku bingung, aku mulai ngajar jam 5sore, sementara aku keluar dari laborat jam set.5 naik angkot gak keburu, ngetem2 mulu siii kerjaannya” jawabku nyengir
“Waaah, kamu nda capek apa nduk?  Inget istirahat lho. Beli motor aja nduk”
“Itulah bu,, heeemmmm “ sambil kupikirkan kejadian 18 tahun lalu, ketika Ayah nda percaya padaku lagi untuk naik sepeda di jalan raya
“Gini aja, kamu naik ojek aja pie?”
“Itulah bu, yg aku pikirin sekarang, mpe mumett... ojek itu siapa? Yang pas waktunya , pas harganya, cocok orang nya”
“Itu aja nduk, Pak Dede, ,, tuh 2 rumah dari sini, yang jualan air isi ulang”
“Emang Pak Dede orang nya pie bu?”
“Orang nya baik, dia sudah sedikit tua sii, jadi kan ga ngebut2 klo nyetir, Pak Dede rajin ke mesjid, setidaknya kan aman pas kamu diperjalanan”

Yaaahh, pengenku malah yang bisa diajak ngebut biar bisa ngejar waktu , ehh malah,,, tapi boleh juga sii, nanti mungkin bisa dinego2 dari laborat keluar lebih awal.
Akhirnya pembicaraan kami selesai setelah potongan2 kacang panjang kuakhiri, aku bayar, dan terus pamitan untuk menemui Pak Dede.
Seperti yang dibilang Bu Murah sebelumnya, Pak Dede sangat sederhana, kerjaan beliau sehari2 hanya menunggu air mineral isi ulang dan ke mesjid.

Phlegmaku KUMAT......
Aku lebih ingin menolong, walaupun aku pun ndak tahu harus gimana cara nolongnya, akhirnya kami deal waktu dan harganya pas.
“Neng, tapi Bapak rada ga hafal jalan diBandung” jelasnya sambil membetulkan peci yang dipakainya
“Oooh gitu,, heeemmm, bapak asli Bandung kan ?” sambil manggut2 berfikir apa yang harus kutanya
“Iya neng, tapi Bapak kuper, gak pernah kemana2,tapi klo hanya mengantar Neng sampai kampus gapapa, Bapak seneng bisa dapet kerjaan sampingan, dan Bapak hafal dengan jalan kok, ditunjukkan sekali, nanti ga lupa lagi”
“Oooh, begitu Pak, boleh2 Pak, saya kan sering bolak-balik pake angkot, paling ga, nanti pas pertama, kita ikutin jalur angkot dulu ya Pak, sambil nyari2 alternatif jalan lain nantinya” jawabku sambil berfikir, semoga sangu ku ga kambuh, sedikit pelupa jalan, tapi Insyaallah kali ini inget deh, Klo Lillahita’ala insyaalah dipermudah, aku meyakinkan dalam hati.
Kami sepakat waktu, harga, dan ngobrol ngalor-ngidul...
Selasa sore itu,.....
Pak Dede datang menjemputku
“Pak, kayaknya belok kiri deh,,,” otakku berfikir keras, jalan ke Antapani berkelok-kelok, banyak tikungan, cabang, angkot yang kami ikuti ngetem mulu kami gak mungkin nungguin sampe angkot jalan, sama aja naik angkot donkz J
“Waaah Paak, ini jalan satu arah”
“O iya neng,, kita balik lagi yaa?” aduh neng maapin Bapak, gak tahu sama sekali jalan ini
“Iya gapapa Pak, kita tanya2 lagi yuk”
15 menit berputar2 di jalan yang sama, masuk ke forboden, muter kanan-kiri, pokoknya rasanya nano-nano, masuk ke perumahan yang jarang orang di luar, membuatku mikir harus belok kemana..
Akhirnya ngikutin feeling, aku tunjukin belok kanan-kirinya, ALHASILL, kita muter2 di perumahan yang sama,,
“Oaaalaaah, bukannya ini jalan yang tadi kita masuk Pak ? Ehhh, itu ada angkot Antapani Pak, ayoo Pakk, ngebutt kejar angkotnya, kita ikutin di belakangnya” teriakku semangat

Teeeerrr eteeer Eteeeeeeerrr” suara motor Pak Dede di gas, aku geli sendiri senyum2 di belakang, motor Pak Dede motor astrea jaman dulu, klo buat ngebut bunyinya Eteeeerrrr eeeeteeeeerrrr, gak bisa di gas kenceng buat ngebut.

Tiba2 motor di gas kenceng, setelah pertigaan terakhir
Kenceng sekali ngegasnya, sampai pintu masuk kampus dilewatin, gak berhenti..
Aku Cuma senyam-senyum di belakang, serasa petualangan baru
“Tadi pas jalan masih lama, motornya eteeer eteeerrr, pas sudah sampai,, di gas kenceng banget, mpe pintu masuk kampus dilewatin jauh banget.. alhasil kami balik lagi,” bisikku dalam hati
“Bapak jangan nyasar2 yaa, pulang nya hafal jalan kan ya? Seperti tadi kita berangkat”
“Bapak hafal neng, insyaallah.. Klo neng rada pelupa jalan yaa?
Akupun tertunduk malu, segera kubayar, mengucapkan terima kasih, salam, dan aku segera CAAOOO masuk kelas.

Pak Dede...Pak Dede,,,, ojek pribadi yang setia menemani perjuangan ini J

Kamis, 15 Maret 2012

Pandanganku Tertuju padamu,.



Pandanganku Tertuju padamu,.


Pandanganku tertuju pada gadis kecil bermata belor, rambut lurus kira-kira sebahu dikuncir dengan karet gelang, kulit coklat, usianya sekitar 6 tahunan.
Ketika itu, sore setelah aku bekerja aku menemani salah satu pengajarku waktu masa-masa kuliah, beliau memintaku mencarikan seorang pembantu rumah tangga untuk membantunya di rumah. Aku pun ragu apakah aku bisa membantunya, karena ini kali pertama aku mendapat permintaan ini.

“Ji, ibu boleh minta tolong?” kata guruku
“Iya bu, dengan senang hati , jika saya bisa”

Sepenggal senyuman aku berikan walaupun aku pun bingung kenapa tiba-tiba beliau berkata ini. Beliau adalah guruku, baik ramah, penuh perhatian, walaupun aku bisa membantunya itupun belum cukup membalas kebaikan beliau sebagai pendidikku sampai saat ini.
Setelah Aku lulus kuliah, aku pun mulai berfikir gimana caranya bisa ikut-ikut ngajar/ngasisten, beliau salah satu orang yang memberiku kesempatan. Beliau seorang wanita, seorang ibu bagi kedua putrinya, si sulung sudah kelas 4 SD kami sering bertemu karena sehabis sekolah si sulung diantar pak Man untuk menjemput guruku, dia sangat aktif, sering kami mengobrol bahkan aku lebih banyak diam dan mendengarkannya. Dari bertemu sampai kami berpisah dia cerita bagaimana kegiatannya di sekolah,  di rumah, teman-temannya, dia sangat aktif, bahkan kadang-kadang ada pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkannya membuatku berfikir dalam untuk menjawabnya.  Sementara itu, Si bungsu baru berusia 17 bulan, lebih cenderung pendiam dan kalem, begitu kata guruku ketika bercerita tentang si bungsu, karena aku belum pernah bertemu dengannya.
Tiba-tiba aku dikagetkan dengan pertanyaan guruku, aku memanggilnya dia Ibu.

“Ji.!”
“Eh iya bu, “
Sore itu di salah satu stasiun  di Bandung....

Mba Semi namanya, orang yang menjadi referensi mamahku untuk membantu Guruku mengasuh si bungsu dan memasak. Mba semi gak bisa ninggalin anaknya sendirian di rumah, suaminya bekerja, sementara 2 orang anaknya yang sudah sekolah sering pulang sore. Mba semi membawa Yen , (begitulah panggilan gadis kecil ini) ke Bandung.

“Tidak ada yang menemani kalau ditinggal di rumah, mbak Fit” begitu kata mba semi saat aku telfon beberapa hari sebelumnya (jangan bingung ya, di rumah aku dipanggil Fit, di tempat belajarku aku dipanggil Ji)

Pandanganku tetap tertuju padanya, pandangan matanya membuatku berfikir, pandangannya sangat polos dan bening.
Mba semi menjadi tulang punggung keluarganya, suaminya kerja serabutan, 2 anaknya di desa memerlukan biaya untuk sekolah, sehingga Yen sampai usia 6 tahun belum di sekolahkannya.
Seketika itu, dalam perjalanan pulang, si Sulung bertanya2 kepada Yen

“Kamu udah sekolah belom?” khas ala Si Sulung
“Mah, kok diem ya mah, gak jawab pertanyaan aku?” si Sulung tetap berceloteh crita macem2
“Mah, besok pas sekolah, kakak pakai sepatu yg dari Kanada ya Mah, tante..tante tau gak? Aku kan punya sepatu dari kanada, papah yg beli pas waktu ke sana. Eh, yen punya sepatu gak? Kok Yen belum sekolah sii, kan udah gede.”

Akhirnya akupun memandang gadis kecil ini, dia mungkin mengerti apa yg diucapkan Si Sulung, aku merasa iba, menerawang jauh,,

“Nanti kamu mau jadi apa Nduk? Bercita-citalah yang tinggi, terserah kamu mau jadi apa, yang penting bermanfaat, tidak usah pedulikan statusmu, anak simbokmu yg jadi tukang cuci, atau tukang masak. Semoga Allah senantiasa membimbingmu” bisikku dalam hati,



Betapa perekonomian mempengaruhi banyak hal, walaupun bukan menjadi faktor utama. Kuncinya adalah ilmu, ILMU ITU,, MEMBUAT HIDUP MENJADI MUDAH

Wallahualam bisshawab,

Minggu, 11 Maret 2012

Lihatlah sisi lain,




Lihatlah sisi lain,

Lihatlah sisi, ada hal yang tidak kamu pahami, sebagai teman, saudara, ataupun pelindung
(kalimat ini aku kutip dari "Breaking dawn")

Jika tetap berpegang teguh pada ketika “Dia harus jadi milikku” bukankah itu suatu keegoisan?

Keogoisan berujung menderita batin,
Ketika seseorang mengatakan bahwa “Aku lebih menyayanginya dan mencintainya” terimalah hal tersebut. Lihatlah sisi lain, ketika dia hanya menganggapmu sebagai teman, sahabat, saudara

Bukankah itu lebih indah? Ketika ia terluka kita bisa membantu, ketika ia sakit kita bisa merasakan sakitnya
Dan ketika ia bahagia dengan nya, kita melihat dengan kerendahan hati karena kita hanyalah saudara , tidaklah lebih.

“Breaking dawn” mengajarkan hal ini, lihatlah sisi lain dari film ini
Pelajaran bermakna dari seorang Jacob, ketika melihat Bella menderita dengan mengandung bayi Edward, ego nya terkalahkan bahwa Jacob hanyalah teman, saudara, pelindung bagi Bella.
“Apakah kamu yakin dengan hal ini?” tanya Jacob kepada Bella di saat pesta pernikahan Bella dan Edward
Bukankah sakit ketika jawaban Bella “Ya”

Suatu kebesaran jiwa Jacob, membuat egonya luluh, dia hanya pelindung pada saat Bella membutuhkan. Tapi Jacob tidak marah akan hal ini, terhadap pilihan Bella, keputusan Bella.

Yang terpenting bagi Jacob adalah, ketika bisa memastikan bahwa Bella bahagia.

**film ini mohon disensor ketika menonton, tidaklah baik melihat hal yg tidak sepantasnya. Lihatlah sisi lain yg tidak kita pahami “Breaking Dawn”

Jumat, 09 Maret 2012

Anak-anakmu (Kahlil Gibran)



Anak-anakmu
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh tapi bukan jiwa mereka,
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi

Engkau bisa menjadi seperti mereka , tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan

Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia meregangkanmu dengan kekuatannya sehingga  anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh

Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan

Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai  busur yang telah diluncurkannya dengan sepenuh kekuatan