Kamis, 15 Maret 2012

Pandanganku Tertuju padamu,.



Pandanganku Tertuju padamu,.


Pandanganku tertuju pada gadis kecil bermata belor, rambut lurus kira-kira sebahu dikuncir dengan karet gelang, kulit coklat, usianya sekitar 6 tahunan.
Ketika itu, sore setelah aku bekerja aku menemani salah satu pengajarku waktu masa-masa kuliah, beliau memintaku mencarikan seorang pembantu rumah tangga untuk membantunya di rumah. Aku pun ragu apakah aku bisa membantunya, karena ini kali pertama aku mendapat permintaan ini.

“Ji, ibu boleh minta tolong?” kata guruku
“Iya bu, dengan senang hati , jika saya bisa”

Sepenggal senyuman aku berikan walaupun aku pun bingung kenapa tiba-tiba beliau berkata ini. Beliau adalah guruku, baik ramah, penuh perhatian, walaupun aku bisa membantunya itupun belum cukup membalas kebaikan beliau sebagai pendidikku sampai saat ini.
Setelah Aku lulus kuliah, aku pun mulai berfikir gimana caranya bisa ikut-ikut ngajar/ngasisten, beliau salah satu orang yang memberiku kesempatan. Beliau seorang wanita, seorang ibu bagi kedua putrinya, si sulung sudah kelas 4 SD kami sering bertemu karena sehabis sekolah si sulung diantar pak Man untuk menjemput guruku, dia sangat aktif, sering kami mengobrol bahkan aku lebih banyak diam dan mendengarkannya. Dari bertemu sampai kami berpisah dia cerita bagaimana kegiatannya di sekolah,  di rumah, teman-temannya, dia sangat aktif, bahkan kadang-kadang ada pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkannya membuatku berfikir dalam untuk menjawabnya.  Sementara itu, Si bungsu baru berusia 17 bulan, lebih cenderung pendiam dan kalem, begitu kata guruku ketika bercerita tentang si bungsu, karena aku belum pernah bertemu dengannya.
Tiba-tiba aku dikagetkan dengan pertanyaan guruku, aku memanggilnya dia Ibu.

“Ji.!”
“Eh iya bu, “
Sore itu di salah satu stasiun  di Bandung....

Mba Semi namanya, orang yang menjadi referensi mamahku untuk membantu Guruku mengasuh si bungsu dan memasak. Mba semi gak bisa ninggalin anaknya sendirian di rumah, suaminya bekerja, sementara 2 orang anaknya yang sudah sekolah sering pulang sore. Mba semi membawa Yen , (begitulah panggilan gadis kecil ini) ke Bandung.

“Tidak ada yang menemani kalau ditinggal di rumah, mbak Fit” begitu kata mba semi saat aku telfon beberapa hari sebelumnya (jangan bingung ya, di rumah aku dipanggil Fit, di tempat belajarku aku dipanggil Ji)

Pandanganku tetap tertuju padanya, pandangan matanya membuatku berfikir, pandangannya sangat polos dan bening.
Mba semi menjadi tulang punggung keluarganya, suaminya kerja serabutan, 2 anaknya di desa memerlukan biaya untuk sekolah, sehingga Yen sampai usia 6 tahun belum di sekolahkannya.
Seketika itu, dalam perjalanan pulang, si Sulung bertanya2 kepada Yen

“Kamu udah sekolah belom?” khas ala Si Sulung
“Mah, kok diem ya mah, gak jawab pertanyaan aku?” si Sulung tetap berceloteh crita macem2
“Mah, besok pas sekolah, kakak pakai sepatu yg dari Kanada ya Mah, tante..tante tau gak? Aku kan punya sepatu dari kanada, papah yg beli pas waktu ke sana. Eh, yen punya sepatu gak? Kok Yen belum sekolah sii, kan udah gede.”

Akhirnya akupun memandang gadis kecil ini, dia mungkin mengerti apa yg diucapkan Si Sulung, aku merasa iba, menerawang jauh,,

“Nanti kamu mau jadi apa Nduk? Bercita-citalah yang tinggi, terserah kamu mau jadi apa, yang penting bermanfaat, tidak usah pedulikan statusmu, anak simbokmu yg jadi tukang cuci, atau tukang masak. Semoga Allah senantiasa membimbingmu” bisikku dalam hati,



Betapa perekonomian mempengaruhi banyak hal, walaupun bukan menjadi faktor utama. Kuncinya adalah ilmu, ILMU ITU,, MEMBUAT HIDUP MENJADI MUDAH

Wallahualam bisshawab,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar