Pandanganku
Tertuju padamu,.
Pandanganku
tertuju pada gadis kecil bermata belor, rambut lurus kira-kira sebahu dikuncir
dengan karet gelang, kulit coklat, usianya sekitar 6 tahunan.
Ketika
itu, sore setelah aku bekerja aku menemani salah satu pengajarku waktu
masa-masa kuliah, beliau memintaku mencarikan seorang pembantu rumah tangga
untuk membantunya di rumah. Aku pun ragu apakah aku bisa membantunya, karena
ini kali pertama aku mendapat permintaan ini.
“Ji, ibu
boleh minta tolong?” kata guruku
“Iya bu,
dengan senang hati , jika saya bisa”
Sepenggal
senyuman aku berikan walaupun aku pun bingung kenapa tiba-tiba beliau berkata
ini. Beliau adalah guruku, baik ramah, penuh perhatian, walaupun aku bisa
membantunya itupun belum cukup membalas kebaikan beliau sebagai pendidikku
sampai saat ini.
Setelah
Aku lulus kuliah, aku pun mulai berfikir gimana caranya bisa ikut-ikut
ngajar/ngasisten, beliau salah satu orang yang memberiku kesempatan. Beliau
seorang wanita, seorang ibu bagi kedua putrinya, si sulung sudah kelas 4 SD
kami sering bertemu karena sehabis sekolah si sulung diantar pak Man untuk
menjemput guruku, dia sangat aktif, sering kami mengobrol bahkan aku lebih
banyak diam dan mendengarkannya. Dari bertemu sampai kami berpisah dia cerita
bagaimana kegiatannya di sekolah, di
rumah, teman-temannya, dia sangat aktif, bahkan kadang-kadang ada
pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkannya membuatku berfikir dalam untuk
menjawabnya. Sementara itu, Si bungsu
baru berusia 17 bulan, lebih cenderung pendiam dan kalem, begitu kata guruku
ketika bercerita tentang si bungsu, karena aku belum pernah bertemu dengannya.
Tiba-tiba
aku dikagetkan dengan pertanyaan guruku, aku memanggilnya dia Ibu.
“Ji.!”
“Eh iya
bu, “
Sore itu
di salah satu stasiun di Bandung....
Mba
Semi namanya, orang yang menjadi referensi mamahku untuk membantu Guruku
mengasuh si bungsu dan memasak. Mba semi gak bisa ninggalin anaknya sendirian
di rumah, suaminya bekerja, sementara 2 orang anaknya yang sudah sekolah sering
pulang sore. Mba semi membawa Yen , (begitulah panggilan gadis kecil ini) ke
Bandung.
“Tidak
ada yang menemani kalau ditinggal di rumah, mbak Fit” begitu kata mba semi saat
aku telfon beberapa hari sebelumnya (jangan bingung ya, di rumah aku dipanggil
Fit, di tempat belajarku aku dipanggil Ji)
Pandanganku
tetap tertuju padanya, pandangan matanya membuatku berfikir, pandangannya
sangat polos dan bening.
Mba
semi menjadi tulang punggung keluarganya, suaminya kerja serabutan, 2 anaknya
di desa memerlukan biaya untuk sekolah, sehingga Yen sampai usia 6 tahun belum
di sekolahkannya.
Seketika
itu, dalam perjalanan pulang, si Sulung bertanya2 kepada Yen
“Kamu
udah sekolah belom?” khas ala Si Sulung
“Mah, kok
diem ya mah, gak jawab pertanyaan aku?” si Sulung tetap berceloteh crita macem2
“Mah,
besok pas sekolah, kakak pakai sepatu yg dari Kanada ya Mah, tante..tante tau
gak? Aku kan punya sepatu dari kanada, papah yg beli pas waktu ke sana. Eh, yen
punya sepatu gak? Kok Yen belum sekolah sii, kan udah gede.”
Akhirnya akupun
memandang gadis kecil ini, dia mungkin mengerti apa yg diucapkan Si Sulung, aku
merasa iba, menerawang jauh,,
“Nanti
kamu mau jadi apa Nduk? Bercita-citalah yang tinggi, terserah kamu mau jadi
apa, yang penting bermanfaat, tidak usah pedulikan statusmu, anak simbokmu yg
jadi tukang cuci, atau tukang masak. Semoga Allah senantiasa membimbingmu”
bisikku dalam hati,
Betapa perekonomian
mempengaruhi banyak hal, walaupun bukan menjadi faktor utama. Kuncinya adalah
ilmu, ILMU ITU,, MEMBUAT HIDUP MENJADI MUDAH
Wallahualam
bisshawab,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar